Jumat, 16 November 2012

WASPADA TERHADAP ANTI KRISTUS

Surat kabar “Kompas” tanggal 14 November 2012, dalam rubrik Laporan Iptek menuliskan: Akhir Oktober 2012, dunia ilmuwan geofisika mendapat serangan telak. Enam ilmuwan Italia dipenjara. Mereka dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan. Pasalnya, lebih dari setahun sebelumnya, 309 orang meninggal akibat gempa yang mengguncang L’Aquila, Italia. Mereka dihukum karena menyatakan, “kemungkinan terjadi gempa besar, kecil.” Sementara itu Sri Widiyantoro, Guru Besar Seismologi ITB dalam orasinya mengatakan bahwa saat ini tak seorang pun mampu memprediksikan kapan, di mana, dan seberapa kuat gempa akan terjadi. Ahli seismologi hanya bisa mengeluarkan peringatan dengan tingkat ketidakpastian yang amat beragam tentang gempa yang akan terjadi.

Para ilmuwan selalu berusaha memecahkan pertanyaan-pertanyaan manusia termasuk di dalamnya tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Mereka terpanggil melakukan kajian dan riset-riset agar dapat mengantisifasi dampak buruk dari sebuah perkembangan. Ilmuwan terpanggil untuk mengembangkan ilmu bagi kemaslahatan dan kenyamanan umat manusia serta keutuhan ciptaan. Seorang ilmuwan sejati mempunyai tanggung jawab moral untuk menyampaikan apa yang dipandangnya sebagai sebuah kebenaran meskipun ia menyadari akan menimbulkan “guncangan” hebat dalam masyarakat. Galileo Galilei mengguncang dunia pada jamannya ketika ia menyatakan teori yang berbeda tentang tata surya dengan kebenaran yang berabad-abad dipegangi oleh penguasa dan gereja. Untuk itu Galilei harus membayarnya dengan meringkuk di penjara. Demikian juga dengan Charles Darwin (1809-1882) ketika mempopulerkan teori evolusi. Ia dipandang menghianati gereja karena dianggap melawan kepercayaan tentang wahyu penciptaan. Namun, tidak jarang kita mendengar pernyataan ilmuwan-ilmuwan spekulatif yang sekedar mencari sensasi dan keuntungan sesaat. Dalam tataran ini tidaklah mudah untuk memilah mana ilmuwan yang mempunyai integritas dan dedikasi dan mana yang hanya sekedar mencari keuntungan bagi dirinya. Untuk itu dibutuhkan kajian dan kewaspadaan, minimal kita tahu track recordnya.

Berharap dan menciptakan masa depan lebih baik tentunya bukan hanya milik para ilmuwan, tetapi menjadi idaman setiap manusia terlebih ketika manusia itu berada dalam titik nadir kesulitan, penderitaan dan moralitas yang buruk. Ketika bangsa ini banyak ketimpangan: kepemimpinan negara tidak dirasakan kehadirannya di daerah-daerah konflik, para elit politik sibuk tebar pesona demi mengejar kekuasaan, hukum hanya tajam terhadap kalangan jelata dan tak berdaya berhadapan dengan penguasan dan pengusaha, korupsi melanda di pelbagai aras, di sinilah banyak orang mengharapkan akan datangnya zaman baru, di mana penderitaan akan berlalu, kebenaran ditegakkan dan hukum menjadi panglima.

Zaman baru itulah yang sedang ditunggu oleh sebagian besar umat Tuhan pada zaman Daniel. Mereka sedang ada dalam tekanan berat Antiokhus IV dengan gelarnya Epifanes (penampakan Tuhan). Seorang Raja dari Wangs Seleukid yang memerintah pada tahun 175 -164 SM. Seorang yang sangat ambisius ingin diakui sebagai tuhan oleh seluruh rakyat di bawah kekuasaannya. Untuk meraih ambisinya itu, Antiokhus berusaha melawan Allah, mengambil posisi TUHAN untuk disembah dan dimuliakan. Tidak segan baginya untuk memaksa, menindas bahkan membunuh orang atau kelompok yang membangkang.

Dapat kita bayangkan orang-orang yang setia kepada TUHAN. Mereka pasti mengalami penganiayaan yang hebat. Mereka dikejar, diintimidasi, tempat-tempat ibadah dihina, dinaziskan dan diberangus, para pemimpinnya dibunuh dengan sadis. Itulah kesesakan yang besar! Namun, pada saat-saat sulit ini, penulis kitab Daniel memberikan pengharapan: “Pada waktu itu juga akan muncul Mikhael, pemimpin besar itu yang akan memimpin anak-anak bangsamu;...”(Daniel 12:1a). Betapa pun redupnya sebuah zaman, bagi orang percaya tetap ada pengharapan. Penyertaan TUHAN dapat hadir melalui pelbagai sosok. Giliran umat kini dituntut untuk setia. Mereka yang selamat adalah yang tercatat dalam Kitab kehidupan. “...Tetapi pada waktu itu bangsamu akan terluput, yakni barang siapa yang didapati namanya tertulis dalam Kitab itu.” (Daniel 12:1b).
“Didapati namanya tertulis dalam Kitab itu.” Sebuah bahasa simbolik untuk orang-orang yang tetap setia dalam segala kondisi. TUHAN tidak pernah akan melupakan mereka yang setia kepada-Nya. Meskipun kematian telah mereka alami. Dia sanggup menghidupkan kembali untuk mendapat bagian dalam kekelan (Daniel 12:2-3). Keyakinan serupa pernah disenandungkan Daud, “ sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.”( Mazmur 16:10).

Rupa-rupanya di setiap zaman selalu ada tantangan bahkan penganiayaan terhadap orang-orang yang setia kepada TUHAN. Pada zaman Yesus penganiayaan itu berlanjut tidak hanya dari bangsa asing yakni Romawi, melainkan tantangan dari bangsanya sendiri : Ahli-ahli Taurat dan orang Farisi. Yesus menyadari bisa saja dalam menghadapi masa-masa sulit itu ada banyak pengikut-Nya tidak tahan lalu meninggalkan imannya. Sangat logis dalam sebuah konteks penderitaan dan kesulitan hidup banyak orang terpancing untuk berspekulasi. Kondisi inilah yang banyak dimanfaatkan oleh spekulator (orang-orang yang tidak punya kapasitas baik pengetahuan maupun integritas moral) untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Yesus menengarai pada masa sulit itu akan tampil para spekulator yang menawarkan kemudahan dan memberikan pandangan-pandangan yang menyesatkan. Mereka itulah yang tampil seolah-olah bagaikan mesias. “Akan datang banyak orang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah dia, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.”(Markus 13:6). Bukankah kondisi seperti ini bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Contoh: Ketika ada dalam kesulitan ekonomi, keuangan yang mendesak, mungkin Anda akan segera menemukan orang yang menawarkan kemudahan bahkan mengajak Anda untuk melakukan cara-cara yang tidak disukai Tuhan. Mungkin sekali tawaran dan bujukan orang itu memakai dan menggunakan nama Tuhan. Saat Anda sakit berat, akan ada orang yang tampaknya baik tulus, seperti malaikat yang bersedia membantu Anda. Saya mengalami hal seperti itu. Ada seorang teman baik menawarkan cara alternatif agar sakit yang saya derita dapat dipulihkan. Ia mengatakan, “Asal bapak bersedia, datang di kuil itu, lalu sujud sebentar dan memohon kesembuhan, pasti sembuh sesudah itu tidak ada lagi ikatan. Bapak bisa beribadah lagi menurut keyakinan bapak!” Bayangkan dalam keadaan kalut, bisa saja seseorang tergoda dan tersesat!

Apa yang Yesus katakan dalam konteks itu? Waspada! “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!”(Markus 13:6). Kewaspadaan anak-anak Tuhan dibutuhkan bukan saja ketika menghadapi isu kiamat atau akhir zaman, melainkan setiap saat. Setiap saat, ya karena kesulitan hidup dan tampilnya penyesat bisa terjadi kapan saja. Penyesat atau orang-orang yang membelokkan iman bisa tampil begitu halus dan meyakinkan sehingga tanpa sadar orang percaya dapat meninggalkan imannya. Penyesat atau orang-orang yang anti dengan Kristus tidaklah selalu tampil dengan sosok bengis seperti Antiokhus Efipanes, penguasa yang non Kristen atau tokoh-tokoh agama-agama lain yang radikal. Ia bisa berada di dalam “lingkaran”  kita, berusaha memutarbalikan ajaran sehat menurut kehendaknya sendiri.

Salah satu contoh yang ada dalam “lingkaran dalam” kekristenan adalah kelompok antinomianisme (dari kata Yunani: anti dan nomos, yang berarti anti terhadap hukum, hukum yang dimaksu adalah Taurat). Seorang antinomian bermula dengan prinsip bahwa hukum sudah dihapus – dalam arti tertentu,  ia benar. Ia lalu mengatakan bahwa yang ada hanyalah anugerah Allah – lagi-lagi dalam arti tertentu, ia benar. Lalu ia mengatakan – sebagaimana dinyatakan oleh Paulus dalam Roma 6 – demikian, “Anda mengatakan bahwa anugerah Allah cukup luas untuk menutupi setiap dosa?” “Ya” “Anda mengatakan bahwa anugerah Allah adalah hal terbesar dan paling menakjubkan di alam semesta?” “Ya.” Lalu, antinomian tersebut menyimpulkan, “Kalau begitu, marilah kita berbuat dosa terus sesuai dengan keinginan hati kita sebab semakin banyak kita berbuat dosa, semakin banyak kesempatan kita berikan pada anugerah Allah untuk bekerja. Karena itu, marilah kita lakukan apa saja semua yang kita mau.” Anugerah Allah telah diputarbalikan supaya sesuai dengan keinginan manusia untuk berbuat dosa.

Para penyesat seringkali juga mengutamakan kekuatan akal. Semuanya harus masuk akal! Iman itu harus rasional, itulah salah satu jargonnya. Namun, bagi orang percaya kita menyadari keterbatasan akal budi manusia untuk menyimak karya agung Sang Pencipta. G.K. Chesterton mengatakan, “ Hanya orang bodohlah yang berusaha memasukan sorga ke dalam kepalanya dan wajar saja kalau kepalanya akan meledak. Orang bijak akan berusaha memasukan kepalanya ke dalam sorga.

Apa yang harus kita lakukan dalam dunia yang penuh dengan penyesat ini? Surat Ibrani mengingatkan, “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan kita, sebab Ia yang menjanjikannya, setia. Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasehati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:23-25)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar