Selasa, 24 Juli 2012

KEAJAIBAN MEMBERI

Seorang anak gadis kecil sedang berdiri terisak didekat pintu masuk sebuah gereja yang tidak terlalu besar, ia baru saja tidak diperkenankan masuk ke gereja tersebut karena "sudah terlalu penuh". Seorang pastur lewat di dekatnya dan menanyakan kenapa si gadis kecil itu menangis? "Saya tidak dapat ke Sekolah Minggu" kata si gadis kecil.

Melihat penampilan gadis kecil itu yang acak-acakan dan tidak terurus, sang pastur segera mengerti dan bisa menduga sebabnya si gadis kecil tadi tidak disambut masuk ke Sekolah Minggu. Segera dituntunnya si gadis kecil itu masuk ke ruangan Sekolah Minggu di dalam gereja dan ia mencarikan tempat duduk yang masih kosong untuk si gadis kecil.

Sang gadis kecil ini begitu mendalam tergugah perasaannya, sehingga pada waktu sebelum tidur di malam itu, ia sempat memikirkan anak-anak lain yang senasib dengan dirinya yang seolah-olah tidak mempunyai tempat untuk memuliakan Yesus.

Ketika ia menceritakan hal ini kepada orang tuanya, yang kebetulan merupakan orang tak berpunya, sang ibu menghiburnya bahwa si gadis masih beruntung mendapatkan pertolongan dari seorang pastur. Sejak saat itu, si gadis kecil berkawan dengan sang pastur.

Dua tahun kemudian, si gadis kecil meninggal di tempat tinggalnya di daerah kumuh,dan orang tuanya meminta bantuan dari si pastur yang baik hati itu untuk prosesi pemakaman yang sangat sangat sederhana. Saat pemakaman selesai dan ruang tidur si gadis di rapihkan, sebuah dompet usang, kumal dan sobek sobek ditemukan, tampak sekali bahwa dompet itu adalah dompet yang mungkin ditemukan oleh si gadis kecil dari tempat sampah. Di dalamnya ditemukan uang receh sejumlah 57 sen dan secarik kertas bertuliskan tangan, yang jelas kelihatan ditulis oleh seorang anak kecil yang isinya:

"Uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil agar gereja tersebut bisa diperluas sehingga lebih banyak anak anak bisa menghadiri ke Sekolah Minggu"

Rupanya selama 2 tahun, sejak ia tidak dapat masuk ke gereja itu, si gadis kecil ini mengumpulkan dan menabungkan uangnya sampai terkumpul sejumlah 57 sen untuk maksud yang sangat mulia.

Ketika sang pastur membaca catatan kecil ini, matanya sembab dan ia sadar apa yang harus diperbuatnya. Dengan berbekal dompet tua dan catatan kecil ini, sang pastur segera memotivasi para pengurus dan jemaat gerejanya untuk meneruskan maksud mulia si gadis kecil ini untuk memperbesar bangunan gereja.

Namun ceritanya tidak berakhir sampai di sini. Suatu perusahaan koran  besar mengetahui berita ini dan mempublikasikannya terus menerus. Sampai akhirnya seorang Pengembang membaca berita ini dan ia segera menawarkan suatu lokasi yang berada di dekat gereja kecil itu dengan harga 57 sen, setelah para pengurus gereja menyatakan bahwa mereka tak mungkin sanggup membayar lokasi sebesar dan sebaik itu.

Para anggota jemaat pun dengan sukarela memberikan donasi dan melakukan pemberitaan, akhirnya bola salju yang dimulai oleh sang gadis kecil ini bergulir dan dalam 5 tahun, berhasil mengumpulkan dana sebesar 250.000 dollar, suatu jumlah yang fantastik pada saat itu (pada pergantian abad, jumlah ini dapat membeli emas seberat 1 ton).

Inilah hasil nyata cinta kasih dari seorang gadis kecil yang miskin, kurang terawat dan kurang makan, namun perduli pada sesama yang menderita. Tanpa pamrih, tanpa pretensi.

Saat ini, jika anda berada di Philadelphia, lihatlah Temple Baptist Church, dengan kapasitas duduk untuk 3300 orang dan Temple University, tempat beribu-ribu murid belajar. Lihat juga Good Samaritan Hospital dan sebuah bangunan special untuk Sekolah Minggu yang lengkap dengan beratus-ratus (yah,beratus ratus) pengajarnya, semuanya itu untuk memastikan jangan sampai ada satu anakpun yang tidak mendapat tempat di Sekolah MInggu.

Di dalam salah satu ruangan bangunan ini, tampak terlihat foto si gadis kecil, yang dengan tabungannya sebesar 57 sen, namun dikumpulkan berdasarkan rasa cinta kasih sesama yang telah membuat sejarah. Tampak pula berjajar rapih foto sang pastur yang baik hati yang telah mengulurkan tangan kepada si gadis keci miskin itu, yaitu pastor DR.Russel H.Conwell penulis buku "Acres of Diamonds" - a true story (Sumber: indonesia.heartnsouls.com/cerita/a/c2.shtml).

Cerita anak kecil dengan ketulusannya memberi juga terekam baik dalam kisah mujizat Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang lebih (Yohanes 6:1-15). Ketika semua orang melihat ketidakmungkinan untuk mendapatkan makanan bagi banyak orang. Saat itulah, melalu Andreas tampil seorang anak memberikan lima ketul roti dan dua ekor ikan. Seorang anak kecil yang sangat mungkin dibekali oleh orang tuanya agar ia tidak kelaparan di perjalanan bersama orang banyak yang hendak “menonton Yesus”, dengan segala kepolosannya memberikan bekal hidupnya ini kepada Yesus.

Tindakkannya ini saya yakin seperti “gadis kecil dengan 57 cent-nya”. Bergulir seperti bola salju. Tindakan anak kecil ini diikuti oleh orang banyak, yang tentunya mereka juga membawa bekal masing-masing. Sudah menjadi kebiasaan bagi orang Yahudi dalam melakukan perjalanan mereka akan melengkapi diri dengan bekal, agar tidak kelaparan di jalan. Namun, sayangnya orang-orang ini egois. Bekalnya hanya untuk diri sendiri. Tidak untuk orang lain! Melihat ketulusan anak kecil ini dalam memberikan bekalnya maka “mujizat” itu terjadi. Tuhan mencelikkan mata nurani mereka, hati mereka tergerak lalu memberikan dan berbagi dengan sesamanya. Dasyat! Lebih dari lima ribu orang itu terhindar dari kelaparan, bahkan tersisa dua belas keranjang.

Sebenarnya kita dapat melihat keajaiban di balik pemberian kalau pemberian itu berdasarkan ketulusan. Tulus dalam melihat kebutuhan dan penderitaan  orang lain. Contohnya:  Ada sebuah mata acara televisi multinasional AXN, Caught On Camera yang selalu menarik perhatian. Betapa tidak, acara itu menyajikan sikap seseorang dalam menghadapi pelbagai kondisi secara nyata. Tidak dibuat-buat! What wold You do? Tema yang dikemas malam itu (23.07.2012). Adegan yang tertangkap saat itu oleh CCTV memerlihatkan seseorang dengan tutup kepala dan muka membawa sebatang pentungan menuju ke tempat kasir. Ia ingin merampok uang di toko serba ada milik seorang Muslim bernama Mohammad. Tampaknya si perampok bukanlah seorang profesional di bidangnya. Terbukti dia tidak tanggap ketika si empunya toserba itu mengeluarkan senjata laras panjang dari balik kasnya.

Kini, posisi menjadi terbalik. Si perampok malah tidak berkutik ditodong dengan senapan laras panjang. Ia sujud menyembah dan memohon agar Mohammad tidak melaporkannya ke polisi. Ia mengatakan bahwa apa yang dilakukannya hanya sekedar untuk membeli makanan dan susu bagi keluarganya. Ia tidak punya uang sama sekali untuk kebutuhan itu. “Ya, sudah ini $ 40 untukmu dan ambilah roti yang ada di situ, sembentar aku akan mengambilkan susu!” Sambil berlutut dan berterimakasih, si perampok itu mengatakan, “I want to be a Moslem!” Mohammad tercengan! Tanpa diduga bahwa tindakkannya membawa perubahan dasyat dalam diri seorang perampok. Apa dampaknya ketika kisah ini disiarkan? Banyak pengusaha mengubunginya agar ia mendirikan yayasan sosial. Mereka siap menjadi donatur.

“What wold You do?” Apa yang akan Anda lakukan seandainya Anda dalam posisi Mohammad? Mungkin tidak banyak kita mempunyai kesempatan untuk mengubah seseorang yang semula tidak baik menjadi manusia yang lebih beradab dan bermartabat. Namun, jika kesempatan itu datang akankah kita pergunakan dengan baik? Atau kita akan mengatakan, “Apa untungnya bagiku, jika aku melakukan tindakan kebaikan kepadanya?”, “Hal itu akan membuatnya menikmati kemudahan dan bermalasan. Salahnya sendiri, ia pantas menderita karena malas!” Atau, “Dia itu tidak pantas dikasihani, diberi kali ini besok lusa minta lagi!” Dan seabreg lagi alasan yang intinya mengelak untuk tidak berbuat atau memberikan sesuatu. Anda akan menyaksikan keajaiban bila Anda memberi dari ketulusan hati, kerelaan, kesederhanaan yang tanpa pamrih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar