Sabtu, 14 Mei 2011

PERSEKUTUAN YANG SALING MENGGEMBALAKAN


Janganlah kita lalai untuk saling memerhatikan, saling peduli dan saling menolong.
Namun, yang jauh lebih penting daripada ketiga hal itu adalah saling mendoakan.
(Michael Baughen).

Saya yakin Anda pernah melihat sekolompok orang mengendarai Scooter tua dengan penampilan a’la hippie. Mereka terlihat kumal, rambut gimbal, pakaian seolah tak pernah dicuci, sebagian besar hidupnya ada di jalanan. Itulah komunitas penggemar Vespa Tua. Komunitas ini menyebar hampir ke semua kota-kota besar di tanah air dengan nama komunitas yang beragam. Dengan gaya hidup, penampilan dan bahasa gaul yang mereka pergunakan, banyak orang cenderung menaruh curiga dan berprasangka negatif serta risih untuk berinteraksi dengan mereka.

Namun, Anda akan terheran-heran jika kepada mereka ditanyakan tentang solideritas antar anggota komunitas itu. Untuk menolong rekannya agar scooternya dapat berjalan lagi, tak segan-segan seseorang menghabiskan waktu berjam-jam bahkan sampai larut malam di bengkel dadakan. Jangan tanya juga jika ada anggota komunitasnya sedang mengalami kepahitan atau kedukaan. Mereka akan hadir dan memberi bantuan all out. Bagaimana jika dalam sebuah perjalanan konvoi ada scooter mereka yang mogok? Dapat dipastikan mereka semua akan berhenti untuk menolong. Tidak ada dari mereka yang mengatakan ,”Salah sendiri bawa motor tua, jadi bermasalah!” Itulah komunitas! Itulah persekutuaan! Itulah “Sinode” (berjalan bersama) secara harfiah. Ada spirit kebersamaan, ada kesetaraan dan ada yang memersatukan mereka, yakni Vespa Tua!

Bagaimana dengan komunitas atau persekutuan kristiani? Adakah spirit kebersamaan atau solideritas? Adakah kesetaraan? Dan apa yang memersatukan komunitas atau persekutuan kristiani itu? Pada awal munculnya komunitas kristiani ini tampak jelas spirit kebersamaan atau solideritas itu lebih dari komunitas vespa tua. Kisah rasul 2:42-47 menggambarkan dengan baik kehidupan jemaat mula-mula ini. Tubuh Kristus benar-benar nyata dalam komunitas ini sehingga jika ada anggota jemaat yang mengalami kekurangan mereka tidak tahan. Mereka tidak tega melihat saudaranya menderita. Mereka akan menjual apa saja yang mereka miliki agar saudaranya tidak menderita. Dalam komunitas Kristen perdana ini, mereka punya kesehatiaan dan hati yang tulus sehingga tidak ada yang memanfaatkan kebaikan anggota komunitas untuk memenuhi kebutuhannya sementara ia sendiri bermalas-malasan. Spirit mereka adalah memberikan yang terbaik bagi Tuhan melalui sesamanya. Inilah kesaksian yang benar. Kesaksian yang saling peduli, saling mengingatkan: saling menggembalakan! Apa yang menyatukan mereka? Tentu bukan Vespa Tua, melainkan Yesus! Sang Gembala Agung!

Yesuslah Sang inspirator bagi murid-murid perdana ini dalam membangun komunitas kristiani. Komunitas yang memberdayakan sesamanya. Mereka mencoba merelevansikan, menghidupkan kembali apa yang Yesus pernah perbuat ketika Ia hadir bersama-sama dengan mereka. Yesus yang mereka kenal sebagai Guru, Tuhan dan juga Gembala. Kasih, pelayanan, penderitaan bahkan kematian-Nya merupakan perwujudan dari apa yang diungkapkan-Nya ketika Ia bersama-sama para murid, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;..”(Yoh 10:11). Melalui Gembala Yangbaik itulah pintu menuju “ kandang domba”, pintu menuju Kebenaran dan Kerajaan Allah (Yoh 10:1). Mereka mencontoh apa yang Yesus kerjakan. Inilah kesaksian komunitas yang sesungguhnya. Kesaksian ini membuahkan hasil, yakni: “Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.”( Kisah para Rasul 2:47)

Kualitas iman yang mumpuni, yang diperlihatkan oleh kualitas hidup yang menghidupkan kembali Yesus, Sang Gembala Agung dalam komunitas, mereka: menjadi tangan, kaki, mata, telinga dan hati Yesus untuk sesama, ternyata ampuh dan terbukti menjadi “pintu” bagi banyak orang untuk mendapatkan keselamatan.

Adakah spirit kebersamaan, solideritas, kesehatiaan masih bersemi dalam gereja Tuhan sampai kini? Harus diakui spirit itu mengalami degradasi. Banyak orang hanya peduli kepada orang-orang yang mereka kenal baik. Banyak orang melakukan tindakan kasih hanya karena dulu pernah dekat dan ditolong. Lihatlah jika ada anggota jemaat mengalami kedukaan. Jika yang mengalami kedukaan itu adalah aktivis dan orang yang banyak membantu pelayanan gereja, maka tidaklah sulit untuk mengumpulkan orang pada  acara kebaktian penghiburan bahkan ada orang yang marah jika tidak diajak atau diberi tahu. Lain halnya jika yang mengalami kedukaan itu adalah anggota jemaat biasa, akan sulit mengajak orang untuk menghiburnya. Padahal Yesus pernah mengatakan, “Jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?”(Matius 5:46)

Bagaimana membangkitkan kembali spirit kebersamaan seperti jemaat mula-mula? Pertama-tama, seperti ajakan Petrus (1 Petrus 2:19-25), menjadikan penderitaan Yesus sebagai teladan. Menyadari untuk apa kita dipanggil, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.”(ay.21). Menyatakan syukur dengan melakukan kepedulian terhadap sesama. Mengapa bersyukur? Ya, “Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.”(ay.25)

Jika semua orang percaya menghayati kembali karya Kristus bagi dunia dan dirinya, maka penderitaan dan kesulitan di dalam menolong memberdayakan sesama bukanlah hal yang harus diratapi, disesali atau dihindari. Melainkan sebuah kasih karunia, jika seseorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung (I Pet.2:19). GBU!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar